Rabu, 03 Desember 2008

Paperless Office: Sudah siapkan kita? 
 
Berapa banyak kita habiskan kertas di kantor? Berapa kali konsep surat
harus dicetak untuk dikoreksi sebelum kita tandatangani? Berapa kali kita
rapat dalam seminggu? Berapa banyak bahan rapat dicetak dan difotokopi?
Berapa kali kita terima surat undangan tiap hari? Berapa banyak surat
masuk harus difotokopi untuk keperluan disposisi?
 
Kehidupan saya sebagai bagian dari perjalanan roda akademik Universitas
Gadjah Mada selalu berhadapan tumpukan kertas yang terus berdatangan
setiap saat. Hampir tiap hari ada mahasiswa yang datang menyerahkan
naskah tugas-tugas kuliah atau pun draf skripsi. Dokumen datang tidak
hanya dari mereka yang menjadi tanggung jawab pembibingan tugas akhir
atau pengajaran kuliah tetapi juga datang dari mereka yang memegang
nama saya dalam daftar pengujinya. Sebagian besar dari naskah tersebut
hanya berfungsi sebagai media komunikasi satu sesi. Dosen membubuhkan
coretan-coretan koreksi; mahasiswa langsung membuangnya setelah koreksi
dilakukan.  Proses pengetikan, pencetakan naskah dan pengkoreksian ini
bisa terjadi berkali-kali untuk bab yang sama.
 
Dalam pelaksanaan acara perkuliahan, kontribusi dosen pada penggunaan
kertas cukup besar. Penyerahan naskah bahan kuliah baik yang diketik
sendiri maupun hasil pencarian dari Internet ke mahasiswa, langsung
menghasilkan kertas sejumlah halaman bahan dikalikan jumlah mahasiswa
yang mengambil mata kuliah. Dengan perhitungan rerata 12 kali kuliah
untuk kelas berukuran 60 mahasiswa, 5 halaman naskah per tatapmuka akan
mengakibatkan penggunaan tidak kurang dari 7 rim kertas tiap semesternya.
 
Untuk keperluan administratif pengembangan karirnya, dosen punya kewajiban
mengumpulkan bukti-bukti prestasi akademik dalam bentuk dokumen pengakuan
adanya kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Pada gilirannya, setumpuk kertas bukti tersebut akan difotokopi sebanyak
anggota tim penilai untuk menentukan kelayakan kenaikan jabatan atau
pangkat dosen yang bersangkutan. Dalam praktek, pembuatan dokumen
administratif kenaikan pangkat dan jabatan tidak selalu bisa sekali jadi
dan ini berarti terjadi akumulasi produksi naskah yang cukup besar.
 
Salah satu tugas pimpinan di unit-unit kerja di lingkungan Kampus UGM
adalah mengikuti dan juga memimpin rapat baik pada tikat di atasnya maupun
dibawahnya.  Kepala UPT Puskom misalnya, menerima dua-tiga undangan rapat
tiap harinya.  Sering masing-masing undangan disertai lampiran bahan
rapat atau notulasi rapat sebelumnya. Di ruang rapat, lebih banyak lagi
bahan tercetak/terfotokopi dimeja sudah menanti, belum lagi naskah yang
datang disela-sela acara rapat itu sendiri. Sebelum kembali dari rapat,
notulen masih membagikan fotokopi hasil rapat; hasil ini akan difotokopi
lagi untuk dibagikan kembali bersama undangan rapat berikutnya.
 
Selain rapat-rapat, kertas juga banyak digunakan untuk urusan
administratif.  Kepala unit kerja di manapun tiap hari harus
menandatangani sejumlah kertas untuk berbagai kerperluan akuntansi
keuangan mulai dari dokumen pengajuan uang muka sampai ke berbagai
pertanggungjawaban. Dokumen-dokumen serupa harus diproduksi pula untuk
keperluan administrasi pengadaan barang dan jasa bagi institusi yang
bersangkutan. Setiap dokumen harus dibuat rangkap minimal 3. Semua acara
yang memerlukan biaya, misalnya makanan kecil untuk rapat, harus didukung
dengan bukti daftar hadir acara yang mesti dibuat rangkap 3 pula.
 
Surat dari instansi lain merupakan dokumen penting yang harus disimpan
sebaik-baiknya karena sewaktu-waktu di masa datang bisa dibutuhkan untuk
rujukan. Sering untuk keperluan disposisi, surat difotokopi. Dari satu
surat bisa muncul banyak fotokopinya karena pimpinan mengambil keputusan
bahwa isi surat tersebut harus segera diketahui banyak pihak. Selain
salinan surat, pesan disposisi diberikan di formulir khusus yang
disertakan.  Lagi-lagi penumpukan kertas terus berlangsung.
 
Dapatkah budaya menghambur-hamburkan kertas ini dihilangkan dari
sistem perkantoran di kampus UGM? Jawabnya bisa. Saat ini kita amat
jarang menemui dokumen yang dibuat dengan mesin ketik manual. Boleh
dibilang bentuk asli dari semua naskah yang kita terima diproduksi dengan
komputer. Dengan fasilitas jaringan komputer, target pembaca naskah yang
diproduksi tersebut bisa langsung membaca atau setidaknya memiliki copy
digitalnya dari komputer masing-masing. Undangan rapat dapat dikirim
melalui e-mail. Bahan rapat dapat disediakan di suatu server dalam
jaringan komputer. Transaksi keuangan serta pengadaan barang dan jasa
dapat dilakukan melalui sistem on-line.  Mahasiswa dapat mengirimkan
bentuk awal dari naskah tugas akhirnya melalui Internet. Dosen dapat
mengetikkan koreksiannya langsung dinaskah tersebut sebelum dikembalikan
ke mahasiswa dengan menggunakan font warna lain misalnya.
 
Di lingkungan Gadjah Mada, paperless office bukan lagi impian kosong.
Jaringan kampus telah terpasang menghubungkan komputer-komputer yang digunakan
para penghuni di
gedung-gedung utama di seluruh kawasan kampus. Lokasi-lokasi di luar
gedung utama bisa mendapatkan koneksi jaringan melalui kabel telpon
ataupun dengan teknologi jaringan komputer tanpa kabel. Di meja pimpinan
unit-unit kerja pada umumnya sudah tersedia komputer bahkan tidak jarang
ditemui para pejabat menjinjing komputer portabel. Beberapa unit seperti
Lab Elektronika dan Instrumentasi serta Fakultas Farmasi telah mengadakan
program pengadaan komputer jinjing untuk dosen-dosennya. Program serupa
mulai dilakukan pula di unit-unit lain.
 
Karena maraknya berita tentang computer hacking dan cracking, kadang kita
merasa sarana komunikasi elektronis kurang aman dibanding komunikasi kertas.
Namun mestinya kita juga menyadari bahwa budaya fotokopi dan fax juga
tidak memberi rasa aman 100%. Memang beberapa jenis dokumen yang punya nilai
hukum seperti kontrak kerja belum bisa digantikan sepenuhnya dengan bentuk
elektronis. Namun demikian, produksi naskah tercetak dikertas untuk
keperluan komunikasi sehari-hari sudah mulai bisa kita hilangkan.
Mungkin paperless office tidak bisa diwujudkan penuh 100% namun sekarang
kita bisa memulainya dengan membangun budaya less paper office.

sumber : prastowo.staff.ugm.ac.id/artikel/paperless-office.txt

1 komentar:

Budiman9968 mengatakan...

hello..
aku belum punya blog tapi... fs punya.
sapa tau kita bisa tmenan tukar cerita.. ok!

good luck. fs aku : rickil23jp@yahoo.co.jp